Senin, 05 November 2012

Tips jadi Penulis Hebat – Andrea Hirata


Dalam acara ”Ngobrol Bareng Andrea Hirata” yang diselenggarakan secara informal oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di kantor Kemenlu RI, Rabu (2/5/2012), tetralogi Laskar Pelangi ini berbagi tips dengan para diplomat muda Indonesia.

Penulis kelahiran Belitung, 24 Oktober 1982, ini menceritakan perbincangannya dengan Kathleen Anderson, seorang editor dan agen terkenal asal Amerika Serikat, yang membahas tentang seorang penulis bernama Paul Harding.



Harding mampu menulis begitu banyak hal menakjubkan melalui angle yang cukup absurd. Kehebatan Paul Harding ini terlihat dalam debut novelnya “Tinkers” yang memperoleh penghargaan 2010 Pulitzer Prize for Fiction.

Di sinilah Anderson, yang merupakan pemegang hak internasional atas tetralogi Laskar Pelangi, menyatakan bahwa kunci pertama seseorang bisa menulis dengan baik adalah dengan menjadi sensitif terhadap kata, kalimat dan paragraf.

Adapun sebuah tulisan menjadi berarti bukan karena kehebatan intelektual di dalam tulisan tersebut.

Menurut Andrea, hal ini menjadi titik lemah sastrawan Indonesia. Para penulis lokal saat ini banyak sekali yang berupaya untuk menciptakan tulisan hebat dengan menggunakan berbagai istilah-istilah yang bahkan tidak dimengerti maknanya oleh dirinya sendiri.

Hal terpenting lainnya, lanjut pengarang novel Padang Bulan dan Cinta di dalam Gelas ini, adalah mental.

“Saya menjadi seorang penulis yang berhasil karena saya memiliki mental kuat untuk menulis. Langkah pertama untuk menjadi seorang penulis adalah memiliki mental kuat. Jangan takut untuk menulis. Jangan gamang untuk menulis," papar Andrea.

Writers' Block? Hindari dengan Riset

Andrea masuk ke dalam pembahasan tentang langkah kedua menjadi penulis: proses kreatif. Ditegaskan, bahwa setiap penulis memiliki pemicu berbeda-beda untuk bisa menciptakan tulisan bagus, salah satunya adalah lokasi.

Jakarta, menurut Andrea, adalah sebuah kota yang mematikan kreatifitas para seniman, sementara tempat seperti Ubud dinilai lebih inspiratif.

Lulusan cum laude ekonomi telekomunikasi Universite de Paris, Sorbonne, Perancis ini juga mengatakan bahwa setiap penulis sesungguhnya memiliki keahlian masing-masing.

Andrea sendiri merasa kesulitan untuk menulis cerita fiksi, apalagi jika plot cerita tersebut menyoroti hal-hal berbau magis.

“You have to be able to identify your own capacity in writing or producing any kind of art (Anda harus mampu mengindentifikasi kapasitas anda sendiri dalam menulis atau menghasilkan karya seni apa pun)," tegasnya.

Apakah Andrea sendiri pernah mengalami writers’ block? Pertanyaan diplomat muda Anggita ini mengantarkan pembahasan diskusi ke langkah ketiga menjadi penulis yang baik: technicalities.

Writers' block ini menurut Andrea dapat dihindari dengan melakukan riset yang benar. Bagi seorang Andrea Hirata, riset atau penelitian merupakan sebuah proses penting dalam pembuatan tulisan.

"Anehnya, rata-rata orang Indonesia tidak suka untuk melakukan riset, bahkan cenderung meremehkan kelas metodologi riset," imbuh Andrea.

Sastra Sarana Efektif Diplomasi

Dalam pandangan Andrea Hirata, belum banyak diplomat Indonesia yang berani membawa karya sastra bangsanya ke luar negeri. Padahal, sastra bisa menjadi sebuah sarana sangat efektif untuk mempromosikan Indonesia.

Laskar Pelangi, misalnya, telah diterbitkan di 24 negara dan dalam waktu dekat akan diterbitkan pula di Amerika Serikat oleh Farrar, Straus and Giraux (FSG), penerbit terbaik di dunia yang telah menerbitkan 22 karya pemenang nobel.

Dengan kata lain, novel Laskar Pelangi yang menggambarkan kebudayaan Belitung dengan kemajemukan etnisnya telah memberi kabar kepada dunia tentang toleransi antaretnis dan pemeluk agama di Indonesia.

“Saya pernah diundang ke acara di sebuah toko buku di Amerika Serikat. Penontonnya membludak. Setelah selesai acara, ada peserta yang bertanya tentang Indonesia. Jangan pernah meremehkan kekuatan karya sastra," ujar Andrea.

Namun demikian, Andrea menekankan apabila diplomat ingin membawa sastra sebagai alat diplomasi, maka diplomat harus bisa memahami seperti apakah perkembangan sastra di luar sana. Dia juga menyayangkan perselisihan di antara sastrawan Indonesia, karena hal ini jelas menghambat daya saing sastra Indonesia di dunia internasional.

Menjawab pertanyaan diplomat muda Arief Ilham Ramadhan mengenai peran apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah untuk mempromosikan Indonesia dengan sastra, Andrea Hirata menjawab bahwa banyak hal bisa dilakukan oleh pemerintah, contohnya reading session, literature day atau launching buku.

Diskusi selama dua jam dalam suasana hangat dan akrab itu disempurnakan oleh Andrea dengan memetik gitar akustiknya mendentingkan nada-nada "Negeri Laskar Pelangi”, sebuah lagu yang menceritakan kerinduan Andrea terhadap kampung halamannya.

Suara bening Meda, seorang penyanyi muda berbakat, mengantarkan peserta untuk berkhayal tentang keindahan Belitung. Pantainya yang berpasir putih, lautnya yang bening, karang-karangnya yang kokoh dan langit birunya yang dihiasi pelangi menawan hati.

Sambil tersenyum, Andrea pun menutup diskusi malam itu dengan berkata, ”Agar nanti ketika di negeri orang, teman-teman tidak lupa mengenalkan kampung halaman saya, Pulau Belitong yang indah,”

Azis Nurwahyudi salah seorang diplomat penggagas kelompok diskusi ini menginformasikan bahwa selain Andrea Hirata, sutradara film Riri Riza juga pernah bicara di forum ini. Ke depannya juga akan diundang para sineas muda, pemusik dan seniman lainnya.

Sumber : detik.com
Hidup Ini Indah Kesehatan Komunitas Penulis Indonesia Grup Mesra Pustaka Online

0 komentar: