Sabtu, 03 November 2012

Cerpen : 3 Jin




Karya : Hengki Kumayandi

Langit di atas tanah kerajaan Sarjiwatana menggeliatkan awan, meghadang sinar matahari disiang ini, menciptakan pesona alam yang sayu dan sembab di tanah yang tertumbuhi pohon-pohon raksasa, rumah-rumah yang menancap di tebing-tebing seakan mulai kedinginan, menganggurkan tangga-tangga akar yang menggantung diam dari dasar lereng, bak kuda terbang yang tak dibawa mengepak oleh tuannya.

Sebuah pohon raksasa yang menggantung lebar dedaunannya bergerak diterpa angin, menggoyahkan sebuah penjara pohon yang bersemayam di dahannya,seekor burung mengepak pada lubang angin, mengintip lelaki jangkung, berambut panjang, bertelanjang dada, hanya mengenakan pelepah kayu pada pinggang hingga lututnya, kakinya bergerak terkunci rantai baja yang mengikat kedasar pohon, kedua tangannya dililit akar hingga terjuntai. Ia terlihat lemah sekali di dalam penjara pohon ini.

"Karti Jayasa ..." Panggil Jin hitam besar menghadap iba kearahnya, namun lelaki jangkung dan kurus ini tak menghiraukannya.

"Bacalah mantra itu ..." Pinta Jin hitam besar itu.

Ia tetap diam dengan lemahnya tanpa mendongak, tak lama kemudian Jin berparas ayu laksana yang mulia ratu Ana di Kerajaan Sarjiwatana datang berdiri di samping Jin hitam, pesonanya sama persis dengan ratu yang paling disegani di tanah ini, tak beda sedikitpun.

"Kau harus kami selamatkan... Tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa jika mantramu itu tak kau ucapkan Tuanku ..." Ada sembab di mata Jin ayu ini. Kartijayasa tak menggubrisnya juga.

"Kau akan menderita di sini ... Bahkan bisa mati, kau masih ingin hidup kan?" Tiba-tiba Jin tampan bak pangeran yang mengenakan mahkota emas dan kain sutra hijau itu berada di sampingnya.

Kali ini Karijayasa mengangkat wajah, mengedarkan pandangannya pada wajah Jin hitam lalu perlahan bergerak membiaskan sinar matanya pada Jin ayu, lalu secepat kilat mengarah pada wajah Jin tampan, lekuk wajahnya tersirat emosi.

"Berkali-kali aku bilang, jangan datang lagi padaku, aku tak butuh bantuan kalian, biarkan aku di penjara ini sampai waktuku tiba untuk keluar dan mengikuti upacara tangkap ikan di sungai pangis ..." Ucap Karti lemah.

"Sebegitukah caramu Tuan? Jika dari saat pertama kakekmu menurunkan kami padamu engkau membacakan mantra itu, kami bertiga akan menyatu dengan tubuhmu, rupamu akan lebih menawan karenaku, dan kekuatanmu akan besar karena Jin hitam ini, dan engkau akan dihormati karena Jin pangeran ini. Bacalah mantramu ... Kami mampu melepaskanmu dari penjara ini, dan kami akan membuat Puteri Lareba yang sangat Tuan cianti itu semakin bertekuk lutut pada Tuan, bukankah karena puteri itu kau bisa begini? Terjerat dalam penjara menjalani hukuman?" Ucap Jin ayu semakin menatap mata Karti penuh harap.

"Aku tak akan mau membaca mantra itu, dari dulu ... Aku tak pernah menginginkan ilmu dari kakek, apalagi mampu melihat kalian yang tak sebangsa denganku ... Aku akan mendapatkan puteri Lareba dengan caraku, dengan tubuhku sendiri ..." Ucap Karti angkuh. Samar, ketiga Jin perlahan menghilang dari pelupuk matanya.

Mata Kartijayasa tiba-tiba sembab, teringat akan puteri Lareba yang sangat mencintainya. Kartijayasa adalah prajurit istana yang jatuh cinta pada anak raja, ia bertugas menjaga kediaman tuan puteri, karena saling bertemu dan tuan puteri sering menyapanya, cinta tumbuh di hati Karti, pun puteri Lareba.

Ia, ia teringat bagaimana ia bisa dimasukan kedalam penjara ini, malam itu, di saat purnama bersinar terang, puteri Lareba keluar dari kamar menemuinya.

"Karti, bisakah engkau membawaku menembus hutan ke luar sana? Bawa aku ke atas pohon yang tertinggi, aku ingin melihat bulan di atas sana ..." Bisik Puteri padanya.

"Di luar sangat berbahaya Tuan Puteri ..." Ucap Karti.

"Ada kamu ... Aku tak akan takut pada apapun jika kamu di sampinku." Bisik puteri berbinar.

Kartijaya tak bisa mencegahnya, perglilah mereka mengendap-endap ke luar istana, menembus hutan mencari pohon tertinggi di dalamnya. Saat pohon itu ditemukan, riuh membahana di sekitar hutan, rupanya prajurit-prajurit sudah menyapu kawasan hutan, terbelalak takut wajah Tuan Puteri saat melihat sang Raja berdiri dihadapannya.

"Mau kau larikan kemana anak perempuanku? Aku sudah mendengar dari desas desus para prajurit, bahwa kau diam-diam mencintai anakku ini, siapapun tak bisa memilikinya, sampai kapanpun, kecuali pedang di atas air terjun pandanga sudah tercabut karena ikan-ikannya sudah tertangkap dengan tali akar, di setiap akhir tahun, upacaranya diadakan, jika kau ingin memiliki puteriku ini, ikutlah upacara itu bersama pemuda-pemuda di kerajaan ini, jika kau berhasil puteriku akan jadi milikmu." Ucap Raja."Bawa lelaki ini kepenjara, bebaskan ia jika sayembara menangkap ikan sudah tiba...!"Teriak raja pada prajuritnya, Puteri Lareba diam berduka, ia tak bisa berbuat apa-apa untuk lelaki yang dicintainya itu. Kartijayasa pasrah tak bisa memberi alasan, ia tak mau menyalahkan Tuan Puteri. Akhirnya malam itu Kartijayasa diseret kepenjaranya ini.

****

Suara terdengar dari luar sana, pintu penjara itu tiba-tiba terbuka. Dua lelaki besar melepas rantai di kakinya dan melepas ikatan di kedua tangannya.

Tiga Jin yang tak bisa dilihat oleh kedua prajurit itu tiba-tiba muncul, melihat Kartijayasa di bawa turun.

"Karti, sayembara menangkap ikan untuk mencabut pedang di air terjun pandanga sudah tiba, ucaplah mantra itu, kau akan menang dan kau bisa mendapatkan Puteri Lareba ..." Teriak Jin tampan.

Kartijayasa tetap diam, ia tak menghiraukannya.

"Kau akan mati ... Bencana akan datang jika kau tak mengucap mantera itu ..." Teriak Jin ayu. Kartijayasa tetap diam.

"Tuan... Tuan... Ucaplah mantramu itu, kami akan membantumu ..." Teriak Jin Hitam.

Kartijayasa terus berjalan digiring kedua prajurit menuju air terjun pandanga, sesampai di sana ia melihat puteri Lareba sedang duduk disinggasananya di dekat raja dan ratu Ana. Pemuda-pemuda yang akan mengikuti sayembara menangkap ikan dengan akar, sudah bersiap-siap. Kartijayasa memandangi pedang raksasa yang terpancang di atas air terjun, jika ia mampu melilit ikan dengan tali akar dan menangkapnya, maka ia mampu mencabut pedang itu, dan siapapun yang dapat mencabut pedang itu, ia akan menikah dengan Tuan puteri Lareba.

Upacara itu akhirnya berlangsung, dengan gigih Kartijaya mencoba melilit ikan dengan tali akar yang sudah terpegang dikedua tangannya, masyarakat kerjaan begitu riuh menyaksikan upacara itu, air sungai yang tadinya bening tiba-tiba mengeruh, hingga ikannya tak nampak lagi, hampir saja Kartijayasa berhasil, namun ikannya terlepas lagi. Di singgasana Tuan Puteri Lareba berharap penuh agar Kartijayasalah yang menjadi jagoannya.

"Ucaplah mantramu, cepaaat..." Teriak Jin Ayu mengambang di dekatnya, Karti tak perduli.

"Sampai matahari terbitpun kau tak akan bisa menangkapnya Tuan..." Ucap Jin Hitam.

Jin-jin itupun pasrah, tak berhasil menyuruhnya. Tiba-tiba semua mata terbelalak, saat melihat ikan emas besar bergerak-gerak terlilit tali akar di tangan Kartijayasa. Mata Tuan Puteri Lareba berbinar haru, kekasihnya berhasil, Kartijaya segera membawa ikan itu menuju raja, meletakkannya di tempat yang sudah disediakan, lalu raja menyuruhnya menaiki tebing dan mencabut pedang itu, naiklah Kartijayasa ke atas sana. Teriakan-teriakan semangat warga membahana. Tetiba di dekat pedang di pinggir mata air, ketiga Jin berdiri di hadapannya.

"Tuan benar-benar tak membutuhkan kami?" Tanya Jin ayu.

"Pergi kalian, aku bisa mencabut pedang ini sendiri ..."

"Kau akan mati jika tanpa kami, ucaplah mantra itu Tuan?" Ucap Jin tampan penuh harap.

"Sekali lagi aku katakan tidaak "

Ketiga Jin menyingkir, dengan peluh dan sekuat tenaga dicabutlah pedang raksasa itu, perlahan pedang itu terangkat, semua mata tertuju padanya, tak lama kemudian pedangnya berhasil tercabut, tepuk semangat membahana, Puteri Lareba tersenyum bahagia.

Namun tak lama kemudian air keluar dari dalam tanah di tempat pedang itu tercabut, air terjun tiba-tiba mengeluarkan air bah yang besar, semua berlarian, Kartijayasa terhanyut, pedang di tangannya terhempas lalu terbawa arus air, air bak tsunami menghantam kerajaan Sarjiwatana, semua hanyut tak ada yang tersisa, kecuali Kartijayasa yang tersangkut di dahan pohon yang tertinggi di tanah itu, ia menahan perih di sekujur tubuh, tangannya memegang erat dahan pohon. Ketiga Jin mengambang di dekatnya.

"Ini terakhir kalinya Tuanku, ucaplah mantra itu, kau akan selamat dan akan menjadi penerus tahta untuk kerajaan Sarjiwatana di tanah Sumatera ini..." Ucap Jin ayu mengiba.


"Perlahan Kartijayasa memandangi mereka, mulutnya bergerak."

"Tak akan pernah aku meminta bantuan kalian wahai Jin, aku sudah punya mata, telinga, hati dan tubuh yang sempurna ini, cukuplah ini menjadi senjataku untuk hidup, cukuplah yang di atas menjadi penolongku. Pergilah... Jika aku harus mati hari ini, ini takdirku..." Perlahan mata Kartijayasa terpejam, tenaganya menghilang, ia terhanyut air deras yang sudah menjadi danau, Tiga Jin terpaku membisu melihat tubuh Tuannya terhanyut, terbawa arus menuju penciptanya.

*bukan legenda melainkan fiktif belaka.
Hidup Ini Indah Kesehatan Komunitas Penulis Indonesia Grup Mesra Pustaka Online

0 komentar: