Sabtu, 03 November 2012

Cara Menuliskan Alur atau Plot dari Gola Gong.


Setiap saya traveling ke luar pulau atau ke kota lain, saya pasti menulis catatan perjalanan. Itulah travel writer. Juga saya menulis travel novel alias novel perjalanan atau petualangan. untuk menghemat biaya, saya memberi workshop menulis cerpen atau novel. di setiap workshop menulis itu, elalu saya mendapat pertanyaan klasik dari para (calon) penulis pemula, “Bagaimana cara menuliskan alur atau plot?" Bagaimana dengan saya sendiri? Apakah soal alur cerita sudah saya tentukan dari awal menulis? Ataukah dibiarkan mengalir begitu saja, seketemunya begitu?






JENIS
Saya menulis cerita fiksi (cerpen atau novel) selalu mengawali dengan sinopsis. Kalau novel, tentu sinopsisnya per-bab. Saya tidak pernah menulis tanpa perencanaan matang. Saya khawatir dalam perjalanannya ngelantur kemana-mana, menghabiskan enerji, waktu, dan pikiran saja. Yang paling baik memang memulai dengan membuat sinopsis. Dimana di dalam sinopsis itu ada unsur tokoh/karakter, latar tempat, latar waktu, konflik, alur/plot, dan ending. Tanpa itu semua, cerita seolah sayur tanpa garam.

Coba kita perhatikan, apakah sinopsis yang kita buat sudah terasa kuatkah alur/plotnya? Alur itu adalah pergerakan cerita dari waktu ke waktu, yang melibatkan tokoh/karakter, konflik, dan latar. Di jurnalistik “Berita selalu mengandung peristiwa dan setiap peristiwa adalah berita.” Jadi, sebuah cerita fiksi tanpa alur/plot pastilah bukan cerita.

Alur cerita itu jenisnya beragam; yang bergerak maju (progresif), mundur atau kilas balik (flashback), dan gabungan keduanya. Menurut Ahmadun Yosi Herfanda (Redaktur Sastra/Budaya Republika), alur dibangun oleh narasi, deskripsi, dialog, dan aksi/laku (action). Narasi itu penggambaran dinamis, gerak (action) tokoh-tokohnya, benda-benda yang menjadi penyebab atau akibat aksi para tokoh cerita. Deskripsi penggambaran suasana yang statis, cenderung tetap, seperti suasana alam di pagi hari, ruang tamu yang rapih, atau sekolahan kita yang lengang saat jam belajar. Dan dialog adalah kata-kata yang diucapkan oleh para tokoh yang kita buat. Ada dialog lahir (terucapkan), ada dialog batin (tidak terucapkan).

Sekedar contoh narasi: Agam melemparkan batu ke danau. Batu itu mencebur ke permukaan danau dengan keras, menimbulkan bunyi “bum”! Air danau bergelombang dan angsa-angsa liar itu berlarian seperti pesawat terbang yang hendang take off. Agam bangkit dari persemubunyiannya dan mengejar angsa- angsa liar itu untuk dijadikan santapan malamnya. Jaring pun dilemparkan ke udara, menyergap angsa-angsa liar itu.

Terasa antara tokoh “Agam” dengan angsa dan danau ada aksi-reaksi dan dinamis.

Contoh deskripsi: Embun membasahi dedaunan, membuat alam terasa sejuk dan dingin. Semua orang terlena dan bersembunyi di balik selimutnya.

Statis, bukan?

Sedangkan contoh dialog (lahir ) yang terucapkan: “Aku tidak akan melakukannya! Itu dosa!” Dan dialog (batin) tidak terucapkan: Dia merasa, bahwa jika hal itu dilakukan adalah dosa. Hatinya tetap mengatakan, jangan, jangan lakukan itu. Ya, kau paksa dengan cara apapun, aku tidak mau melakukannya! Itu dosa! Hatinya menegaskan
Hidup Ini Indah Kesehatan Komunitas Penulis Indonesia Grup Mesra Pustaka Online

0 komentar: